Membangun Jejaring dan Kewirausahaan: Pengalaman dalam Pengelolaan Perpustakaan

Pendahuluan

Pernahkah anda masuk ke sebuah perpustakaan atau memperoleh pelayanan perpustakaan, kemudian anda merasa kurang nyaman dan mengidentifikasi bahwa ada sesuatu yang perlu diperbaiki? Jika jawabannya ya, maka anda mungkin memiliki jiwa atau semangat kewirausahaan atau entrepreneurship. Ini artinya anda punya ide untuk memperbaiki sesuatu yang anda lihat atau rasakan. Gagasan perbaikan atau penyempurnaan yang muncul dalam pemikiran anda dapat timbul dari kepedulian dan latar belakang pengetahuan yang anda miliki. Anda bermimpi tentang sesuatu yang lebih baik dan jika hal itu dapat direalisasikan atau dilakukan, maka akan menghasilkan sesuatu yang lebih elok dan lebih efisien.

Begitu juga halnya jika anda seorang pustakawan yang bekerja di perpustakaan, apakah anda pernah melakukan perbaikan proses bisnis yang berkaitan dengan atau yang menjadi kewenangan anda? Jika jawabannya ya, anda juga memiliki jiwa kewirausahaan atau sebagai entrepreneurial librarian. Jika serangkaian proses urusan yang rumit kemudian disederhanakan sehingga memberikan efisiensi baik bagi pengguna maupun staf perpustakaan, maka hal itu merupakan hasil dari jiwa kewirausahaan. Perubahan yang dilakukan sudah tentu merupakan hasil dari penggunaan perangkat inovasi atau kreatifitas, suatu elemen penting dari semangat kewirausahaan.

Penulis pernah bekerja paruh waktu sebagai asisten perpustakaan atau library assistant bukan assistant librarian. Salah satu tugas yang diberikan adalah menangani sistem keanggotaan perpustakaan, termasuk membuat kartu tanda anggota (KTA) dan memberkaskan (filing) formulir aplikasi keanggotaan. Bentuk formulir tidak mudah untuk diisi dan sulit untuk ditemu-balik, dan bentuk KTA juga tidak menarik. Dengan tujuan untuk memudahkan proses kerja dan agar KTA lebih menarik, maka dilakukan perancangan-ulang keduanya. Kegiatan tersebut sebenarnya merupakan bagian dari pekerjaan systems analyst, suatu jabatan penting dan prestisius di bidang pengembangan sistem (systems development).

Apa yang dikemukan di atas adalah contoh kecil proses transformasi yaitu mengubah sesuatu dari keadaan sekarang (present system) ke keadaan yang baru (new system) yang lebih baik. Setiap manusia yang dinamis akan terus melakukan transformasi dari waktu ke waktu sesuai dengan kapasitasnya. Mereka berkemauan yang kuat untuk melakukannya karena mereka ingin terus bergerak maju dan tidak statis. Transformasi bisa dimulai dari hal-hal kecil karena sistem pada dasarnya adalah kumulasi dari sejumlah besar proses bisnis yang berjalan dalam sebuah sistem perpustakaan. Bayangkan, jika sebuah perpustakaan tidak melakukan transformasi, mungkin pelanggannya akan terus menurun karena tidak memiliki keunggulan berdaya-saing (competitive advantage). Jika hal seperti itu terjadi, maka pasar akan dimenangkan oleh kompetitor dan perpustakaan akan dipandang tidak penting oleh masyarakat.

Siapakah yang melakukan penyempurnaan (improvement) proses bisnis di dalam sebuah perpustakaan? Jawabannya, pada dasarnya adalah setiap orang sesuai dengan bidangnya masing-masing. Di sebuah perpustakaan kategori besar seperti perpustakaan perguruan tinggi atau perpustakaan umum provinsi atau kabupaten/kota, pekerjaan pengembangan sistem dibantu atau ditangani oleh pustakawan sistem (systems librarian). Pustakawan sistem adalah sebuah jabatan yang sudah dikenal sejak tahun 1980an, yaitu seseorang yang bertanggung-jawab untuk memeriksa modul-modul dasar untuk suatu sistem ketika sebuah sistem dikembangkan. Dewasa ini, judul jabatan tersebut sangat bervariasi antara satu perpustakaan dengan lainnya, seperti: information systems librarian, digital services librarian, library systems analyst, e-services librarian, metadata librarian, assistant director of technical services for library systems, systems manager, informatics librarian, dan web services librarian (Engard 2012).

Belajar best practices dari perpustakaan lain dari seluruh dunia adalah penting untuk mengembangkan wawasan atau membangun visi. Dari pengalaman dan pengamatan akan terbangun sebuah mimpi seperti apa perpustakaan yang diidamkan. Kita harus bermimpi, dan dunia ini sesungguhnya penuh dengan pemimpi sehingga ada yang disebut systematic dreamer yaitu mereka yang bermimpi dan berupaya untuk merealisasikannya secara sistematis. Kewirausahaan adalah tindakan, gerakan, dan perubahan. Pemimpi bermimpi dan entrepreneur membuatnya menjadi kenyataan.

Inovasi dan Kewirausahaan

Sebenarnya kata entrepreneur sudah digunakan sejak abad ke-17, sekarang istilah tersebut bisa bermakna kualitas kepemimpinan, inisiatif, dan inovasi dalam produksi, penyampaian, dan/atau pelayanan. Entrepreneur biasanya dipandang sebagai seorang inovator yaitu penggerak ide/gagasan baru dan proses bisnis. Keterampilan manajemen dan kemampuan membangun tim yang kuat sering dipersepsikan sebagai atribut untuk keberhasilan seorang entrepreneur. Dengan kata lain, kepemimpinan, kemampuan manajemen, dan team-building menjadi kualitas penting dari seorang entrepreneur. Schauder (1987) menyebutkan entrepreneur sebagai “dreamers who do”. Selanjutnya disebutkan bahwa entrepreneur adalah seseorang dengan visi, dan komitmen untuk menjadikan visi tersebut menjadi kenyataan. Perangkat khusus entrepreneur adalah inovasi. Istilah entrepreneur lebih banyak digunakan pada seseorang yang bekerja di dalam suatu organisasi dari pada mereka yang bekerja secara independen. Kewirausahaan bukan suatu pelayanan tetapi serangkaian perilaku (behaviors).

Kanter (1982) membedakan dua kategori prestasi (accomplishment) dalam konteks kewirausahaan yaitu prestasi dasar dan prestasi inovatif. Prestasi dasar dilakukan sendiri dalam kerangka organisasi yang ada, dan tidak berpengaruh besar dalam jangka panjang. Prestasi dasar termasuk: bekerja secara efektif dalam lingkup pekerjaan seseorang (misalnya memastikan pelayanan berfungsi secara normal ketika dilakukan reorganisasi); pencapaian efektifitas dalam penempatan staf (misalnya memindahkan bawahan ke pekerjaan yang lebih sesuai); dan menambah beban pekerjaan seseorang (misalnya menangani volume pekerjaan yang lebih besar dibandingkan sebelumnya). Prestasi inovatif biasanya merujuk pada suatu kebijakan baru, atau membuat perubahan arah atau orientasi; menemukan peluang baru, mengembangkan produk atau layanan baru; atau membuka sebuah pasar; merancang cara baru, memperkenalkan suatu proses baru; penggunaan prosedur atau teknologi secara berkelanjutan; dan membuat perubahan struktural yaitu mengubah struktur formal, mengorganisasikan kembali atau memperkenalkan struktur baru, atau membuat hubungan atau tautan yang berbeda dengan sebelumnya di antara sejumlah unit yang ada.

Semangat Kewirausahaan di Lingkungan Perpustakaan

Banyak orang berpikir bahwa inovasi dan kewirausahaan hanya berkaitan dengan dunia bisnis dan penciptaan sesuatu yang artistik. Pustakawan sebenarnya memiliki sejarah inovasi dalam rangka penyediaan sumber daya yang dibutuhkan dan pembuatan berbagai program/acara untuk pengguna perpustakaan, serta mengintegrasikan teknologi ke dalam berbagai tugas profesional pustakawan (Scanlon 2011). Kita harus mengakui bahwa pengintegrasian teknologi terutama teknologi informasi ke dalam berbagai aktifitas pustakawan telah memberikan berbagai peluang baru untuk berinovasi dan berkreasi bagi pustakawan. Banyak produk atau layanan baru yang ditawarkan oleh perpustakaan sebagai hasil dari penggunaan teknologi informasi yang intensif oleh pustakawan. Pengintegrasian teknologi informasi dalam aktifitas perpustakaan merupakan faktor penentu keberhasilan manajemen suatu perpustakaan. Dengan dukungan teknologi informasi, perpustakaan mampu memenuhi harapan pengguna sehingga perpustakaan tetap diminati dan citranya meningkat di dalam masyarakat.

Pada awal karir sebagai pimpinan perpustakaan, penulis memimpikan suatu perpustakaan terautomasi, dan dalam kurun waktu kurang dari dua tahun yaitu pada tahun 1993 impian tersebut terwujud. Karena keterbatasan sumber daya finansial yang dimiliki, sistem dikembangkan in-house dengan bantuan seorang programmer komputer dari luar institusi. Dengan biaya yang sangat murah ketika itu perpustakaan mulai memperkenalkan layanan sirkulasi dan katalog online kepada pengguna. Untuk memastikan agar dukungan layanan teknologi informasi berkelanjutan, dibentuk unit layanan teknologi informasi perpustakaan, yang berfungsi untuk menangani semua infrastruktur teknologi informasi seperti perangkat keras, perangkat lunak, storage, dan jaringan. Hasilnya adalah pengunjung dan pengguna perpustakaan terus mengalami peningkatan karena pelayanannya yang lebih cepat dan efisien. Kondisi itu memperoleh pengakuan dari The British Council pada tahun 1994 dengan sebutan “the library with the most impressive improvement in Indonesia”. Pengakuan berikutnya datang dari Tim HEDS-USAID pada tahun 1995, dengan menyebutnya sebagai satu-satunya model untuk aspek “management and operational” dari sejumlah perpustakaan kategori besar yang disurvei di Indonesia.

Pengintegrasian teknologi ke dalam lingkungan perpustakaan tidak berhenti sampai di situ. Inovasi terus dilanjutkan dengan mengembangkan berbagai pelayanan baru. Pada tahun 2000, diperkenalkan situs web digital library yang kemudian berubah menjadi institutional repository (IR) pada tahun 2001. Pada awalnya, tujuan dari kegiatan ini adalah untuk mengurangi beban penyimpanan dokumen cetak karena keterbatasan ruang perpustakaan dan untuk mencegah tindakan plagiarisme di dalam institusi. Tujuan tersebut kemudian berkembang untuk mendukung semangat open access dari BOAI, yang muncul kemudian pada tahun 2002. Proses alih-bentuk dokumen cetak ke elektronik yang intensif dilakukan pada kurun waktu 2003-2005 dengan dukungan pendanaan hibah TPSDP. Selanjutnya dengan suatu kebijakan baru yang diterbitkan dalam bentuk Keputusan Rektor, karya akademik dikumpulkan dalam format berkas elektronik. Sejak itu, jumlah konten mengalami peningkatan secara dramatis. Keadaan ini kemudian mengantarkan IR institusi tersebut memperoleh peringkat 21 Web of World Repositories pada tahun 2012 versi Webometrics. Kehadiran Ranking Web of Repositoris sejak tahun 2008 telah mendorong banyak instutisi pendidikan tinggi meningkatkan kontennya dalam situs web IR mereka.

Perpustakaan adalah institusi nirlaba (non-profit oriented) di mana alasan keberadaannya adalah untuk memberikan pelayanan bukan perolehan finansial. Oleh karena itu, dalam dunia perpustakaan tujuan kewirausahaan berkaitan dengan tindakan praktik inisiatif atau pengembangan kepemimpinan untuk memenuhi kebutuhan perpustakaan dan penggunanya dengan cara baru yang kreatif. Penyediaan produk atau layanan inovatif bagi pengguna di lingkungan institusi induk perpustakaan biasanya tidak memberikan hasil dalam bentuk finansial, tetapi penyediaan layanan bagi pengguna di luar insitusi induk seyogianya menghasilkan keuntungan baik dalam bentuk uang maupun sumber daya lainnya. Porsi terbesar yang dilakukan oleh para pustakawan adalah penerapan jiwa kewirausahaan seperti halnya penerapan TQM yang juga berasal dari dunia bisnis, dan pernah populer di lingkungan birokrasi publik pada awal tahun 1990an.

Kewirausahaan untuk Pemerolehan Pendapatan

Ada beberapa alasan lain untuk melakukan aktifitas kewirausahaan selain untuk meningkatkan sumber pendanaan (income generating) bagi perpustakaan. Alasan tersebut di antaranya adalah untuk meningkatkan pengalaman profesional dan untuk menghasilkan hibah finansial bagi pustakawan secara individu. Prestasi seperti itu dapat meningkatkan reputasi perpustakaan dalam lingkungannya dan berpengaruh terhadap pendanaan yang diperoleh dari institusi induknya. Alasan aktifitas kewirausahaan juga dapat lebih menekankan pada kontribusinya terhadap kemakmuran ekonomi dan untuk memenuhi kebutuhan komunitas yang lebih luas. Dengan demikian, perpustakaan memiliki kesempatan untuk memperoleh dukungan dari komunitas bagi pendanaan yang lebih besar dari pemerintah di masa mendatang.

Drucker seperti dikutip oleh Schauder (1987) percaya bahwa institusi pelayanan publik seperti institusi pemerintah, sekolah, rumah sakit, dan organisasi sosial perlu untuk menjadi inovatif dan berwirausaha seperti layaknya dunia bisnis. Ini penting karena setiap organisasi menghadapi ancaman atau tantangan yang nyata dan sekaligus peluang untuk berkembang. Bagaimana pun diakui bahwa organisasi pelayanan publik dalam berinovasi lebih sulit dibandingkan dengan dunia bisnis. Hal ini disebabkan untuk mengubah sesuatu yang sudah biasa dan membuat sesuatu yang baru dapat menghadapi kendala atau resistensi yang lebih besar dari sejumlah orang di dalam sebuah institusi pelayanan publik.

Organisasi pelayanan publik semakin kehilangan monopoli dalam memberikan pelayanan kepada publik karena perubahan struktural yang terjadi di dalam masyarakat modern. Birokrasi pemerintah termasuk perpustakaan didesak untuk memberikan pelayanan di bawah kondisi pasar yang sangat kompetitif. Oleh karena itu, perpustakaan harus inovatif untuk mendesain pelayanan yang ditawarkannya. The British Library pada tahun 2006 memperkenalkan suatu layanan baru bagi usahawan. Pustakawan diberikan tugas untuk memfasilitasi dan memberikan dukungan pelayanan berbasis sumber daya perpustakaan kepada para usahawan baru terutama dari kelompok usaha kecil dan menengah (UKM) agar usaha mereka dapat berkembang dan berhasil. Aktifitas tersebut merupakan salah satu contoh apa yang dilakukan oleh para pustakawan agar pelayanan yang diberikan selalu kompetitif. Model tersebut kemudian banyak dikembangkan di sejumlah perpustakaan di dunia termasuk di Amerika Serikat.

Di Indonesia kewirausahaan murni yang dilakukan oleh para pustakawan termasuk di antaranya penyediaan berbagai fasilitas penunjang bagi pengguna yang tidak termasuk dalam core business perpustakaan. Fasilitas dimaksud adalah seperti pembukaan kafe, layanan fotokopi, percetakan mini, toko cenderamata, penyediaan fasilitas umum seperti mesin ATM, dan lain-lain. Untuk memayungi kegiatan komersial seperti itu dapat dibentuk koperasi karyawan berbadan hukum yang bertujuan untuk memberikan kesejahteraan bagi karyawan perpustakaan.

Di lingkungan pendidikan tinggi, aktifitas lain yang perlu dilakukan misalnya adalah mengintegrasikan topik-topik Literasi Informasi ke dalam mata kuliah yang relevan. Topik-topik tersebut dapat dimaksukkan misalnya dalam mata kuliah Metode Penelitian atau sejenisnya. Untuk itu, pustakawan harus merancang kurikulum dan konten perkuliahan yang menarik dengan contoh kasus yang berbeda sesuai dengan bidang atau program studi yang menjadi sasarannya. Kesempatan seperti itu membuka peluang bagi para pustakawan untuk mengenal lebih baik kebutuhan kelompok komunitas yang dilayaninya, suatu hal penting sebagai masukan dalam mendesain layanan perpustakaan. Selain itu, aktifitas seperti itu menunjukkan pentingya peran pustakakawan sebagai tenaga kependidikan, yang suatu saat kelak diharapkan statusnya sejajar dengan dosen seperti halnya di negara maju.

Jejaring Perpustakaan

Jejaring perpustakaan dapat digambarkan secara luas sebagai sejumlah perpustakaan bekerjasama untuk saling membantu satu sama lain untuk memuaskan kebutuhan penggunanya. Perpustakaan bekerjasama karena ada sesuatu yang dapat dilakukan bersama untuk mengurangi biaya; meningkatkan perolehan sumber daya dengan menarik perhatian insitutsi induknya atau pemerintah, dan dunia bisnis; dan meningkatkan pendapatan yang bersifat kewirausahaan. Jejaring juga dapat dimaknai sebagai interaksi dengan orang lain untuk bertukar informasi dan membangun kontak terutama untuk kelangsungan karir seseorang. Jejaring yang luas yang dibangun dengan berbagai unsur selain dapat meningkatkan profesionalisme pustakawan juga dapat menjadi dasar untuk membangun kerjasama perpustakaan.

Kerjasama dengan berbagai pihak pada dasarnya bertujuan untuk memberikan keuntungan atau kepuasan bagi pelanggan perpustakaan. Jejaring dan komunikasi yang baik dengan seluruh pemangku kepentingan diperlukan untuk memperoleh dukungan baik moral maupun finansial. Perpustakaan sesungguhnya tidak dapat bekerja sendiri untuk mengembangkan pelayanan yang sesuai dengan ekspektasi komunitas yang dilayaninya. Berbagai gagasan perlu mendapat dukungan dari berbagai pihak baik di dalam maupun di luar institusi induk perpustakaan agar kebijakan yang diambil layak untuk dijalankan.

Salah satu contoh lain pentingnya jejaring adalah upaya untuk mengintegrasikan sistem informasi perpustakaan dengan sistem informasi lembaga induknya seperti yang banyak dilakukan di lingkugan perguruan tinggi. Integrasi seperti itu akan memberikan keuntungan bagi pengguna dan manajemen perpustakaan. Semua transaksi perpustakaan seperti keanggotaan, sirkulasi, dan penyerahan karya akademik diintegrasikan dengan sistem informasi akademik termasuk registrasi mahasiswa baru, registrasi semester, dan pendafaran wisuda. Sistem seperti itu memberikan kemudahan bagi mahasiswa karena mereka tidak perlu mendaftar untuk menjadi anggota perpustakaan dan dapat menggunakan kartu mahasiswa untuk melakukan transaksi di perpustakaan. Di sisi lain, sistem terintegrasi seperti itu akan memberikan kemudahan dalam manajemen perpustakaan seperti proses penagihan pinjaman dan penyerahan karya akademik yang lebih efisien.

Di lingkungan perguruan tinggi, sistem e-learning dapat diintegrasikan dengan sistem informasi perpustakaan (database katalog). Dengan pengintegrasian seperti itu, para mahasiswa dapat mengetahui bahwa bahan bacaan yang direkomendasikan oleh dosen tersedia di perpustakaan, dan sebaliknya pustakawan mengetahui bahan-bahan apa yang harus disediakan oleh perpustakaan untuk setiap mata kuliah. Sistem juga dapat dirancang untuk mampu merekomendasikan judul lain yang relevan yang dimiliki oleh perpustakaan. Di lingkungan sebuah kota, kerjasama keanggotaan dapat dikembangkan sehingga keanggotaan pada salah satu perpustakaan berlaku pada perpustakaan lainnya. Dengan pertukaran data elektronik (EDI) antar sistem perpustakaan kota, penduduk tidak perlu melakukan registrasi keanggotaan pada setiap perpustakaan yang menjadi anggota jejaring kerjasama. Kedua contoh di atas dapat dipandang sebagai suatu cara baru untuk mempromosikan koleksi perpustakaan melalui jejaring.

Kesimpulan

Membangun jejaring dan semangat kewirausahaan di lingkungan perpustakaan adalah penting dalam upaya melakukan transformasi pelayanan. Dengan menggunakan perangkat inovasi sebagai elemen penting kewirausahaan, pustakawan dapat melakukan perubahan dan menyajikan berbagai pelayanan baru yang sesuai dengan harapan pengguna yang terus berubah. Inovasi di era sekarang memerlukan dukungan penggunaan teknologi informasi yang berkembang pesat. Oleh karena itu, tantangan terbesar bagi pustakawan adalah pemahaman dan penguasaan teknologi tersebut dan mengintegrasikannya ke dalam semua pelayanan perpustakaan. Hal itu perlu dilakukan agar perpustakaan tetap memiliki keunggulan untuk memenangkan pasar yang semakin kompetitif.

Rujukan

Engard, Nicole C. and Rachel Singer Gordon. 2012. The Accidental Systems Librarian. 2nd ed. Medford, NJ: Information Today.
Kanter, Rosabeth Moss. 1982. The middle manager as innovator. Harvard Business Review, July-August.
Scanlon Mary G. and Michael A. Crumpton. 2011. Re-conceiving Entrepreneurship for Libraries: Collaboration and the Anatomy of a Conference. Collaborative Librarianship, 3(1).
Schauder, Don. 1987. Entrepreneurship and The Academic Library: Insights from Organization Theory. Iatul Quarterly, 2(1).

This entry was posted in LIS Articles and tagged , , . Bookmark the permalink.

Leave a comment