Peran TI untuk Mewujudkan Daerah Berdaya-saing

Pendahuluan

Teknologi Informasi (TI) membuka peluang dan tantangan untuk menciptakan, mengakses, mengolah, dan memanfaatkan informasi secara tepat dan akurat. Perkembangan TI yang pesat telah mendorong peran strategis informasi sebagai suatu modal dasar pembangunan. Informasi merupakan komoditas yang sangat berharga di era globalisasi untuk dikuasai dalam rangka meningkatkan daya saing suatu organisasi secara berkelanjutan termasuk dalam hal ini organisasi pemerintah daerah. Berbagai potensi keunggulan daerah misalnya apabila dikemas sebagai suatu produk informasi yang tepat akan menjadi sumber kegiatan ekonomi yang tiada batasnya dan memiliki daya saing tinggi. Keunggulan lokal seperti itu perlu digali dan dikembangkan menjadi database lokal yang dapat dimanfaatkan seoptimal mungkin bagi pertumbuhan sektor lain dan pada akhirnya berguna untuk meningkatkan kemakmuran daerah.

Porter (1990) menyebutkan bahwa kemakmuran adalah diciptakan, bukan diwariskan. Kemakmuran tidak tumbuh dari anugerah sumber daya alam, kelompok tenaga kerja, tingkat suku bunga, atau nilai tukar mata uang, seperti yang dituntut oleh ilmu ekonomi klasik. Daya saing suatu bangsa tergantung pada kapasitas industrinya untuk berinovasi dan meningkatkan kualitas. Perusahaan memperoleh keunggulan terhadap kompetitor terbaik dunia adalah karena tekanan dan tantangan. Perusahaan memperoleh manfaat dari adanya saingan domestik yang kuat, pemasok berbasis lokal yang agresif, dan permintaaan dari pelanggan lokal. Dalam dunia kompetisi global yang terus meningkat, peran bangsa semakin penting bukan semakin berkurang. Keunggulan kompetitif (berdaya-saing) diciptakan dan bertahan melalui suatu proses bersifat lokal yang tinggi.

Teknologi Informasi dan Keunggulan Berdaya-saing

Apakah teknologi informasi (TI) dapat berfungsi sebagai sumber keunggulan berdaya-saing? Jawabannya tergantung pada perspektif masing-masing. Kemungkinan TI dapat berkontribusi pada kinerja organisasi dan membantu meraih keunggulan berdaya-saing berkelanjutan banyak menjadi perhatian akhir-akhir ini. Sejumlah ilmuwan mengklaim bahwa TI dapat menjadi sumber keunggulan berdaya-saing dan memiliki dampak baik secara langsung maupun tidak langsung. Hasil studi yang dilakukan Breznik (2012) menunjukkan bahwa TI memiliki potensi untuk dan sebagai sumber keunggulan berdaya-saing, tetapi tidak secara otomatis. TI secara sendirian tidak dapat memperbaiki kinerja atau menciptakan keunggulan berdaya-saing, seperti hal yang sama berlaku pada sumber daya jenis lainnya.

Keunggulan kompetitif terjadi ketika suatu organisasi memperoleh atau mengembangkan suatu atribut atau kombinasi dari sejumlah atribut yang memungkinkannya untuk melampaui hasil yang diharapkan oleh kompetitornya. Atribut-atribut tersebut dapat berupa akses terhadap sumber daya alam, seperti biji besi bernilai tinggi atau daya listrik yang tidak mahal, atau akses terhadap personil sumber daya manusia berpendidikan tinggi dan memiliki keterampilan. Teknologi baru seperti robotik dan TI dapat memberikan keunggulan berdaya-saing, apakah sebagai bagian dari produk itu sendiri, sebagai suatu keunggulan dalam membuat produk, atau sebagai suatu bantuan keunggulan di dalam proses urusan atau bisnis. Kita dapat mengambil pelajaran dari apa yang telah dilakukan oleh sektor swasta dalam penggunaan TI untuk meningkatkan daya saing usaha.

Daya saing daerah adalah kemampuan perekonomian daerah dalam mencapai tingkat kesejahteraan yang tinggi dan berkelanjutan dengan tetap terbuka pada persaingan domestik dan internasional. Daya saing memiliki pengertian yang luas, tidak hanya sekedar produktifitas dan efisiensi pada tingkat mikro. Semua pelaku ekonomi bukan hanya perusahaan tetapi juga rumah tangga, pemerintah dan lainnya, berpadu dan bersinergi dalam sistem ekonomi. Hasil akhir dari peningkatan daya saing perekonomian adalah peningkatan kesejahteraan penduduk. Kata kunci dalam konsep daya saing adalah kompetisi dan daya saing akan kehilangan makna pada suatu perekonomian yang tertutup (Abdullah dan Alisjahbana 2002).

Indikator penentu daya saing daerah adalah perekonomian daerah, keterbukaan, sistem keuangan, infrastruktur dan sumber daya alam, ilmu pengetahuan dan teknologi, sumber daya manusia, kelembagaan, tatakelola dan kebijakan pemerintah, dan manajemen dan ekonomi makro (Abdullah dan Alisjahbana 2002). Dari kesembilan indikator tersebut, beberapa di antaranya mempengaruhi daya saing daerah melalui prinsip-prinsip berkaitan dengan fungsi TI. TI yang maju merupakan infrastruktur yang mendukung berjalannya aktifitas bisnis di daerah yang berdaya-saing. Keunggulan kompetitif dapat dibangun melalui aplikasi teknologi yang sudah ada secara efisien dan inovatif. Efektifitas pemerintah daerah dalam melakukan koordinasi dan menyediakan informasi tertentu bagi sektor swasta mendukung daya saing ekonomi suatu daerah.

Terdapat korelasi positif antara TI dengan daya saing di mana semakin tinggi investasi dan penetrasi TI semakin tinggi daya saing bangsa. Pertumbuhan, lapangan kerja, dan pengentasan kemiskinan yang dicanangkan pemerintah memerlukan dukungan TI sebagai pemungkin (enabler). Upaya pemerintah daerah dalam mereformasi birokrasi memerlukan dukungan TI untuk menghasilkan layanan publik yang prima. Pemerintah termasuk pemerintah daerah berperan dalam mendukung peningkatan daya saing dengan mendorong perubahan, mempromosikan persaingan domestik, dan menstimulasi inovasi (Porter 1990).

TI merupakan pemicu terjadinya proses transformasi dalam kehidupan dan merupakan pendorong dalam meningkatkan daya saing dalam era globalisasi saat ini. Transformasi birokrasi dari keadaan sekarang ke suatu keadaan yang lebih baik dengan dukungan TI akan berdampak luas pada peningkatan daya saing daerah. Pemanfaatan TI menjanjikan efisiensi, kecepatan penyampaian informasi, jangkauan yang bersifat global, dan transparansi. Dengan kata lain, dengan pemanfaatan TI akan tercapai suatu tata kelola pemerintahan yang baik sebagai mesin untuk mewujudkan daerah yang berdaya-saing. Pemanfaatan TI dalam lingkungan pemerintah dikenal dengan sebutan e-government.

Apakah E-Government

Bank Dunia mendefinisikan e-government sebagai sistem TI milik pemerintah yang mengubah bentuk hubungan dengan penduduk, sektor swasta, dan/atau unit kerja pemerintah lainnya untuk mempromosikan pemberdayaan penduduk, memperbaiki cara penyampaian layanan (service delivery), penguatan akuntabilitas, meningkatkan transparansi, atau memperbaiki efisiensi pemerintah (World Bank 2006). PBB menyatakan bahwa solusi untuk tata kelola pemerintahan yang baik adalah dengan penerapan e-government. E-government telah terbukti sebagai solusi terbaik untuk memperbaiki pelayanan publik di banyak negara seperti di Korea Selatan, Singapura, Malaysia, Thailand, dan Vietnam (United Nations 2012).

Dalam e-government terdapat dua model kemitraan yaitu kemitraan internal dan kemitraan eksternal. Kemitraan internal adalah kemitraan di antara cabang-cabang pemerintah. Kemitraan eksternal merujuk pada hubungan antara pemerintah dengan masyarakat, pelaku usaha dan organisasi nirlaba. Dalam kemitraaan internal terdapat kemitraaan antara pemerintah dengan pemerintah (G2G), dan pemerintah dengan pegawai (G2E&E2G). Kemitraan eksternal mencakup kemitraan antara pemerintah dengan warganegara (G2C&C2G), pemerintah dengan pelaku usaha (G2B&B2G), dan pemerintah dengan organisasi nirlaba (G2N&N2G).

Dalam konteks daerah, e-government adalah penggunaan TI oleh pemerintah daerah untuk meningkatkan akses terhadap layanan publik dan penyampaian layanan publik. Dengan e-government, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota mengubah bentuk layanan yang diberikan oleh pemerintah daerah dari layanan tradisional (semua urusan harus mengunjungi kantor-kantor pemerintah) ke layanan online melalui situs web (kunjungan ke kantor-kantor pemerintah berkurang). Layanan yang disajikan adalah semua layanan yang menjadi kewenangan setiap pemerintah daerah seperti informasi dan urusan perizinan, informasi dan pembayaran semua jenis pajak dan iuran, perubahan data penduduk, layanan kesehatan, layanan sekolah pemerintah, dan lain-lain.

Perkembangan e-Government

Tahap perkembangan e-government dapat dibagi ke dalam empat tahapan yaitu tahap katalog, transaksi, integrasi vertikal, dan integrasi horizontal (Layne and Lee 2001). Tahap Katalog adalah penyediaan katalog informasi tentang layanan pemerintah melalui situs web termasuk penyediaan berbagai formulir isian yang dapat diunduh. Tahap Transaksi adalah penyediaan berbagai transaksi online melalui situs web termasuk penyediaan formulir online dan tersedianya database yang bekerja untuk mendukung transaksi tersebut. Tahap Integrasi Vertikal adalah pengintegrasian sistem pemerintah daerah dengan sistem pemerintah pada tingkat yang lebih tinggi. Tahap Integrasi Horizontal adalah pengintegrasian sistem pemerintah daerah dengan organisasi lainnya untuk menangani fungsi-fungsi yang berbeda-beda. Pada akhir tahap keempat, sebuah sistem one-stop shopping tersedia bagi semua pemangku kepentingan.

Berdasarkan pentahapan tersebut di atas dan dengan memperhatikan pelayanan yang disajikan melalui situs web, kita bisa mengetahui pada tahapan ke berapa unit kerja atau pemerintah daerah kita berada saat ini. Tahap Katalog dan Transaksi sebenarnya sudah banyak dilakukan di berbagai instansi pemerintah baik pada tingkat pemerintah pusat maupun daerah di Indonesia. Tahap Integrasi Vertikal kelihatannya belum banyak terlaksana, justru yang terjadi adalah penggunaan aplikasi yang dikembangkan pada tingkat pusat dan disebarluaskan untuk digunakan di tingkat daerah. Bahkan integrasi sistem antara provinsi dengan kabupaten/kota mungkin masih belum berjalan. Hal ini kemungkinan terjadi karena aplikasinya memang belum tersedia atau lemahnya standardisasi di antara sistem. Integrasi Horizontal dalam skala kecil sudah dimulai terutama yang berkaitan dengan pembayaran online melalui perbankan, sedangkan integrasi dengan organisasi lain seperti institusi pendidikan, perusahaan swasta, dan organisasi lainnya kelihatannya belum menjadi kenyataan.

Pembangunan e-Government Provinsi Sumatera Utara

Seperti halnya perencanaan pada sektor lain, biasanya dimulai dengan menyusun rencana induk pengembangan (RIP) atau master plan. Pemerintah Provinsi Sumatera Utara telah memiliki RIP e-Government 2013-2017. Sesuai dengan Panduan Penyusunan Rencana Induk Pengembangan e-Government Lembaga, Rencana implementasi e-Government Provinsi Sumatera Utara secara umum disusun berdasarkan peta jalan (roadmap) dan strategi e-government yang disusun dalam jangka waktu lima tahun. Berikut ini adalah peta jalan yang menjadi panduan rencana aksi implementasi e-Government Pemerintah Provinsi Sumatera Utara.

Gbr Roadmap e-Government Pemprovsu
Gambar 1. Roadmap e-Government Pemerintah Provinsi Sumatera Utara

Ada empat strategi yang ditetapkan dalam rencana umum implementasi pengembangan TI Provinsi Sumatera Utara yaitu:
1. Membangun infrastruktur TI yang mampu mengakomodasi kebutuhan dan permintaan yang berkembang untuk ekspansi di masa mendatang
2. Mengembangkan aplikasi mencakup seluruh urusan yang menjadi kewenangan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara
3. Mempersiapkan sumber daya manusia dalam berbagai keahlian TI untuk menangani operasional sistem informasi/teknologi informasi (SI/TI) di lingkungan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, dan
4. Merancang dan mengimplementasikan tata kelola yang menjamin keberlangsungan operasional pelayanan SI/TI.

Pengembangan aplikasi yang direncanakan dalam dokumen RIP tersebut mencakup 42 aplikasi yaitu: Sistem Informasi (SI) Kependudukan, SI Pendidikan, e-Learning, Pusat Akses Informasi Publik, Sumut.net, SI Kesehatan, SI Kepegawaian, SI Akuntansi, Sumut Portal, SI Pengaduan Masyarakat, SI Administrasi Pemerintahan, m-Government, One Stop Business Solution, e-Market, e-Promotion, SI Pengelolaan Energi, SI Potensi Daerah, SI Industri dan Perdagangan, SI Perpajakan dan Retribusi, SI Perizinan, SI UKM, Paket Solusi SI/TI UKM, e-Procurement, SI Ketenagakerjaan, SI Pengelolaan dan Monitoring Proyek, SI Pengelolaan BUMD, SI Pariwisata, Virtual Tour, SI Tata Ruang dan Lingkungan Hidup, e-Healthcare, SI Pengelolaan Barang, SI Koordinasi, SI Pendidikan dan Pelatihan, SI Perencanaan dan Evaluasi Pembangunan, SI Bussiness Intelligence/DSS, SI Peta Jalur Ekspor/Impor, SI Trade Exchange, SI Komunitas Masyarakat, SI Perencanaan Anggaran, SI Pengelolaan Pendapatan, SI Sarana Umum, dan SI Pembinaan Generasi Muda (RIP e-Government Pemerintah Provinsi Sumatera Utara 2013-2017, 2012).

Daftar aplikasi e-government Pemerintah Provinsi Sumatera Utara seperti diuraikan di atas, memberikan gambaran kepada kita cakupan fungsi TI yang harus dibangun untuk mendukung peningkatan kinerja pemerintah daerah untuk menciptakan birokrasi yang efisien, efektif, akuntabel, dan transparan. Selain rencana umum implementasi, di dalam dokumen RIP juga dimuat jadwal rencana pengembangan aplikasi TI. Prioritas pengembangan didasarkan pada ketergantungan data dan nilai strategis setiap aplikasi dan dihubungkan dengan prioritas pembangunan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. Untuk mengukur keberhasilan implementasi seluruh sistem ditetapkan key performance indicator (KPI) yang merupakan tolok ukur keberhasilan penerapan sistem untuk mencapai tujuan yang ditetapkan.

Kesimpulan

Pemanfaatan TI pada lingkungan pemerintahan daerah atau lebih dikenal dengan sebutan e-government merupakan solusi teknologi inovatif untuk meningkatkan kinerja pemerintah daerah. Peningkatan kinerja memberikan kemampuan bagi pemerintah daerah untuk mendorong terjadinya perubahan, mempromosikan persaingan, dan menstimulasi inovasi sehingga tercipta berbagai keunggulan berdaya-saing yang pada akhirnya bermuara pada kemakmuran daerah.

Rujukan

Abdullah, Piter dan Alisjahbana, Armida S. (2002). Daya Saing Daerah: Konsep dan Pengukurannya di Indonesia. Yogyakarta: BPFE.
Breznik, Lidija (2012). Can Information Technology be a source of Competitive Advantage? Economic and Business Review, 14(3) 2012, pp. 255-269.
Kementerian Komunikasi dan Informatika (2010). Komunikasi dan Informatika Indonesia: Buku Putih 2010. Jakarta: Pusat Data Komunikasi dan Informatika, Kementerian Komunikasi dan Informatika.
Layne, K and Lee, J, (2001). Developing Fully Functional e-Government: A Four Stage Model. Government Information Quarterly, 18(2).
Porter, Michael E. (1990). The Competitive Advantage of Nations. Harvard Business Review, March-April . Accessed September 24, 2013 from http://kkozak.wz.cz/Porter.pdf
RIP e-Government Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Utara 2013-2017 (2012). Medan: Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Utara.
United Nations (2012). United Nations E-Government Survey 2012: E-Government for the People. New York: The United Nations. Accessed May 2,2012 from http://www2.unpan.org/egovkb/ global_reports/ 12report.htm.
World Bank (2006). e-Government for All – Review of International Experience with Enhancing Public Access, Demand and Participation in e-Government Services: Toward a Digital Inclusion Strategy for Kazakhstan, ISG e-Government Practice Technical Advisory Note (Draft version 30 June 2006).

This entry was posted in Misc. Articles and tagged , , , . Bookmark the permalink.

Leave a comment